Tak Perlu Ajari Kami Berpuasa


Oleh: Bayu Gawtama

“Abang becak..?”

Kudapati ia tengah lahapnya menyuap potongan terakhir pisang goreng di tangannya. Sementara tangan satunya tetap memegang kemudi.

“Heeh, puasa-puasa begini seenaknya saja dia makan…,” gumamku.

Rasa penasaranku semakin menjadi ketika ia mengambil satu lagi pisang goreng dari kantong plastik yang disangkutkan di dekat kemudi becaknya, dan… untuk kedua kalinya saya menelan ludah menyaksikan pemandangan yang bisa dianggap tidak sopan dilakukan pada saaat kebanyakan orang tengah berpuasa.

“Mmm…, Abang muslim bukan?” tanyaku ragu-ragu.

“Ya Dik, saya muslim…,” jawabnya terengah sambil terus mengayuh.

“Tapi kenapa Abang tidak puasa? Abang tahu kan ini bulan Ramadhan. Sebagai muslim seharusnya Abang berpuasa. Kalaupun Abang tidak berpuasa, setidaknya hormatilah orang yang berpuasa. Jadi Abang jangan seenaknya saja makan di depan banyak orang yang berpuasa…,” deras aliran kata keluar dari mulutku layaknya orang berceramah.

Tukang becak yang kutaksir berusia di atas empat puluh tahun itu menghentikan kunyahannya dan membiarkan sebagian pisang goreng itu masih menyumpal mulutnya. Sesaat kemudian ia berusaha menelannya sambil memperhatikan wajah garangku yang sejak tadi menghadap ke arahnya.

“Dua hari pertama puasa kemarin Abang sakit dan tidak bisa narik becak. Jujur saja Dik, Abang memang tidak puasa hari ini karena pisang goreng ini pun makanan pertama Abang sejak kemarin malam.”

Tanpa memberi kesempatan kepadaku untuk memotongnya, “Tak perlu ajari Abang berpuasa, orang-orang seperti kami sudah tak asing lagi dengan puasa,” jelas abang tukang becak itu.

“Maksud Abang?” Mataku menerawang menunggu kalimat berikutnya.

“Dua hari pertama puasa, orang-orang berpuasa dengan sahur dan berbuka. Kami berpuasa tanpa sahur dan berbuka. Kebanyakan orang seperti adik berpuasa hanya sejak subuh hingga maghrib, sedangkan kami kadang harus tetap berpuasa hingga keesokan harinya.…”

“Jadi..,” belum sempat kuteruskan kalimatku, “Orang-orang berpuasa hanya di bulan Ramadhan, padahal kami terus berpuasa tanpa peduli bulan Ramadhan atau bukan….”

“Abang sejak tadi siang bingung Dik, mau makan dua potong pisang goreng ini, malu rasanya tidak berpuasa. Bukannya Abang tidak menghormati orang yang tidak berpuasa, tapi…,” kalimatnya terhenti seiring dengan tibanya saya di tempat tujuan.

Sungguh. Saya jadi menyesal telah menceramahinya tadi. Tidak semestinya saya bersikap demikian kepadanya. Seharusnya saya bisa melihat lebih dalam, betapa ia pun harus menanggung malu untuk makan di saat orang-orang berpuasa demi mengganjal perut laparnya. Karena jika perutnya tidak terganjal mungkin roda becak ini pun takkan berputar….

Kini seharusnya saya yang harus merasa malu dengan puasa saya sendiri. Bukankah salah satu hikmah puasa adalah kepedulian? Tapi kenapa orang-orang yang dekat dengan saya tampaknya luput dari perhatian dan kepedulian saya?

“Wah, enggak ada kembaliannya, Dik…!”

Hmm, simpan saja buat sahur Abang besok ya…!”

0 komentar:

Posting Komentar