Siapa yang Salah?

Minus empat hari di pelayanan pelanggan. Sebagai seseorang yang duduk di pelayanan pelanggan, sudah sepatutnya senyuman dan keramahan adalah suguhan primer bagi para pelanggan yang berdatangan.

Sebelumnya saat saya ada di posisi sebagai seorang konsumen, jangan sekali-kali memajang wajah kusam atau seolah-olah saya ini “tak berharga untuk diberi senyum”. Di bangku kuliah, di buku-buku teks perihal marketing, atau teori apapun itu perkara pelayanan, telah saya akui bahwa keramahan adalah harga mutlak dan berhak diterima pelanggan. Saya merasa tidak puas ketika mereka—para pelaku pelayanan—tidak ramah ketika saya mendatangi mereka. Tapi ini, kali ini, ketika saya yang duduk di bangku pelayanan pelanggan, sayalah yang sedikit menyuguhkan senyum itu. Tak bermaksud tak menghargai sejujurnya, tapi lebih kepada lelahnya badan dan pikiran ini. Pelanggan satu belum rampung ku tuntaskan urusannya, muncul lagi pelanggan satunya lagi dengan sederet tanya yang ia lontarkan. Iya, tidak ada nomor antrian di situ, tapi tak berarti mereka, para pelanggan, tak hiraukan kesibukanku melayani sesamanya. Ayolah, sekiranya kita bisa saling memahami di sini.

Benar juga yang dikatakan salah seorang dosen pengajarku, budaya orang Indonesia ternyata harus dibenahi seutuhnya, seluruhnya. Di tangan ia menggemgam IPAD, namun tak bisa baca tulisan “ANTRI”.

Mereka, para pelanggan, tidak serta-merta salah sepenuhnya. Jika hati ini bisa lebih bisa ku tahan untuk tidak termakan emosi, mungkin mereka yang ku beri kesan “jutek” justru menerima senyum. Saya yang salah, saya kurang paham apa itu ramah. Maafkan saya.

25.04.2011 – 18:56 PM

Not For Sale


oleh: Hildiarti W